Kamis, 10 Oktober 2013



* KONTRIBUSI KOPERASI INDONESIA DI MASA DEPAN

Kontribusi koperasi Indonesia di masa depan
Bagaimana pendapat anda:
Apakah Koperasi di Indonesia di masa depan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Negara?
Ya, saya optimis. Jika koperasi di Indonesia dikelola oleh tangan-tangan yang tepat, bukan tidak mungkin koperasi suatu hari nanti menjadi pengendali utama perekonomian bangsa.
Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 menjelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar
Dari isi kandungan Pasal diatas telah jelas bagaimana dan apa saja peran koperasi bagi ekonomi bangsa. Selain membangun kemampuan anggota untuk dapat survive menghadapi era global,koperasi juga menanamkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi di dalamnya. Asas ini sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki sifat gotong-royong serta mempelajari demokrasi secara benar dan bertanggung jawab.
Tapi jika dilihat pada perkembangannya akhir-akhir ini,banyak kalangan menyangsikan jika koperasi akan terus hidup dan menjadi Soko Guru. Selain karena banyaknya factor penghambat seperti:
1. Terjadinya korupsi di dalam tubuh organisasi koperasi
2. Kurangnya Infrastruktr pendukung bagi kemajuan koperasi
3. Tidak stabilnya iklim perekonomian Indonesia
4. Kurangnya jumlah penanam modal/anggota koperasi
5. Jumlah koperasi di Kota besar relative sedikit
6. Kurangnya kepercayaan dan minat masyarakat pada koperasi
Kurang seriusnya Pemerintah berperan dalam pembangunan koperasi juga turut andil dalam menurunnya kualitas dan kuantitas koperasi di Indonesia. Yang dirasakan saat ini Pemerintah cenderung mengikuti idealisme ekonomi barat. Padahal banyak dari ilmu ekonomi mereka yang tidak sepaham dengan karakter bangsa Indonesia. Tentunya tidak semua ilmu yang mereka terapkan tidak sesuai. Jika kita ambil contoh koperasi yang berkembang dan diterapkan di Negeri Sakura. Mereka memiliki suatu kelompok koperasi yang mereka beri nama “Han’s group”.

* KELOMPOK HAN DI JEPANG

Koperasi konsumsi di Jepang berkembang dengan cepat setelah perang dunia kedua, selama masa rekonstruksi dan masa pendudukan Amerika Serikat. Pada pertengahan tahun 1950an, koperasi konsumsi yang umumnya kecil-kecil dan tidak efisien menjadi kurang berdaya menghadapi pedagang ritel sehingga mereka bergabung dan mendirikan the Japanese Consumer Cooperative Union (JCCU) untuk menyatukan daya beli mereka. Mereka mulai membuat program untuk membangun toko yang efisien dan pengembangan manajemen. Pada tahun 1960an sebuah tim studi dikirim ke USA yang merekomen-dasikan untuk mengembangkan toko swalayan. Selama tahun 1960an ini pula dikembangkan program untuk mengamalgamasikan koperasi-koperasi yang lemah, mengintegrasikan mereka kedalam sistem (jaringan JCCU), dan memperkuat kemampuan manajemen mereka (Kurimoto, 1983).
Partisipasi anggota merupakan bagian dari filosofi koperasi. Namun koperasi konsumsi yang besar dimanapun di dunia umumnya masih mengabaikan hal tersebut, dan hanya menggalang keikut sertaan sebagian kecil anggota saja.
Ketika pada tahun 1970an gerakan koperasi konsumsi di Jepang mengalami kesulitan finansial, manajemen meminta partisipasi anggota untuk meningkatkan modal investasi. Pada proses tersebut anggota diminta untuk mengemukakan permasalahan mereka sedangkan manajemen mendengarkan keluhan anggota tersebut. Mereka menyusun rencana diskusi reguler dengan ibu-ibu rumahtangga dalam rangka untuk mengevaluasi operasi toko ditingkat lokal dan untuk mencari cara terbaik guna meningkatkan efisiensi operasional toko melalui sortasi barang, sistem harga, dan tata letak barang di toko.
Berbagai perubahan dilakukan, dan menghasilkan manfaat yang sangat berharga yang dapat dirasakan hingga saat ini. Hal tersebut dapat dilakukan berkat adanya kelompok-kelompok kecil yang dinamai ”Han groups” yang anggotanya aktif berinteraksi sesamanya.
Kelompok Han merupakan suatu kelompok kecil yang terdiri dari sekitar sepuluh ibu rumah tangga yang bertemu secara periodik untuk memberikan kesempatan kepada anggota koperasi konsumsi memberikan pendapatnya mengenai barang konsumsi yang dijual oleh toko koperasi konsumsi mereka dan memberikan masukan kepada manajer koperasi mengenai apa yang mereka sukai dan apa yang mereka tidak sukai. Mereka tidak mempunyai kewenangan formal untuk melakukan kontrol manajemen, namun mereka didorong untuk melakukan diskusi dengan sesama anggota mengenai aktivitas toko mereka, dan apa yang mereka hasilkan benar-benar didengarkan oleh manajemen dan diperhatikan dengan serius.
Komunikasi tidak dilakukan satu arah, namun lebih merupakan proses pembelajaran bersama antara ibu-ibu rumahtangga, pekerja toko dan manajemen.Pertemuan kelompok Han adalah tempat dimana anggota membahas rencana kegiatan koperasi dan membuat rencana nyata dari kegiatan mereka untuk memperkuat keanggotaan, membuat komplain terhadap pelayanan toko dan kualitas barang yang dijual, membahas apa yang menjadi keinginan mereka, membagi pengalaman dan saling menolong antar sesama anggota. Pertemuan ini biasanya merupakan acara yang sangat disukai oleh anggota koperasi, dan menjadi ajang penting bagi mereka untuk melakukan interaksi sesama mereka.
Tokoh dan para pemimpin gerakan koperasi di Jepang menyadari betul bahwa mereka harus selalu meningkatkan efisiensi untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar lagi. Mereka menyadari jika para anggota yang menjadi pembeli mempunyai banyak ide penting mengenai bagaimana seharusnya toko mereka dikembangkan. Untuk mendapatkan ide-ide tersebut, harus ada proses pembelajaran yang mengikutsertakan para pembeli, pengelola dan manajemen toko koperasi konsumsi mereka.
Dengan semakin banyaknya para ibu yang menjadi anggota kelompok Han memasuki lapangan kerja, mereka mengusulkan perlunya perubahan pada koperasi konsumsi mereka. Mereka yang tinggal jauh dari lokasi toko mengusulkan kelompok Han berubah menjadi ”klub belanja”. Inovasi ini lebih disukai, dan bersama dengan manajemen, mereka menyusun program belanja rumahtangga yang dikembangkan melalui pembelajaran adaptif dan eksperimen.
Hasilnya adalah solusi menang/menang: toko menjadi lebih efisien dan bisa mengatasi permasalahan manajemen, dan belanja barang konsumsi menjadi lebih mudah dan menyenangkan bagi para ibu.
Kelompok Han yang berubah menjadi Klub Belanja melakukan pertemuan singkat setiap minggunya. Pada saat itu anggota mengambil barang belanjaan mereka, yang telah dikirimkan untuk hari itu, dan menyerahkan daftar pesanan barang belanjaan untuk pengiriman selanjutnya kepada anggota yang mendapat giliran bertugas.
Karena kelompok Han hanyalah kelompok kecil yang terdiri sekitar sepuluh anggota, maka mereka mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan tetangga setidaknya sekali setiap minggunya. Toko akan menerima pesanan bersama untuk setidaknya sepuluh rumah tangga (kelompok Han) untuk keperluan seminggu kedepan.
Di masa awal, anggota yang bertugas (member on duty) harus mengumpulkan pesanan, mengkombinasikannya, menghitung harganya, dan mengumpulkan uang belanjanya. Dengan komputerisasi tugas ini menjadi lebih mudah toko membuat rekening pra-bayar untuk setiap anggota dan anggota yang bertugas hanya perlu mengumpulkan pesanan anggota, yang sebelumnya telah dibuat berdasarkan katalog barang yang dibuat oleh toko, dan menyerahkannya kepada pegawai toko yang bertugas untuk itu.
Pesanan yang terkumpul oleh petugas dimasukkan kedalam pesanan perorangan dan dibayar melalui rekening prabayar masing-masing. Anggota menerima resi rekening mereka yang telah dikurangi dengan biaya belanja mereka. Ini akan mengurangi pekerjaan yang membosankan bagi para anggota yang bertugas, lebih banyak informasi bagi anggota lainnya, dan pembayaran cepat bagi toko. Barang pesanan dapat langsung dikirimkan dari gudang tanpa harus dipajang lebih dahulu, sehingga kemanfaatan ruang di toko menjadi lebih efisien.
Petugas yang mengirimkan barang belanjaan dapat bertindak sekaligus sebagai penghubung (liaison person) antara pengurus dan pengelola koperasi dan anggota kelompok Han. Dengan cara ini setidaknya dapat dibuat satu laporan mingguan untuk setiap kelompok Han kepada pengelola dan pengurus koperasi yang dihasilkan dari diskusi langsung anggota dengan petugas penghubung. Masalah, keinginan dan ide dapat langsung sampai ke pengurus dan pengelola, dan respons dapat dilakukan secepatnya.
Gerakan koperasi konsumsi di Jepang telah berhasil untuk menggalang partisipasi anggota wanitanya, mendengarkan dan belajar dari anggotanya. Mereka membangun organisasi koperasi dengan menggabungkan optimisasi untuk semua kelompok anggota. Mereka lebih mementingkan untuk memenuhi kebutuhan riil anggota dibandingkan membuat perencanaan berdasarkan prediksi dan kontrol,perencanaan dibuat tidak saja dengan melibatkan pakar teknis namun juga melibatkan para ibu rumahtangga dan pengelola.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa gerakan koperasi konsumsi di Jepang telah menerapkan banyak esensi dari pradigma yang berkembang dan telah meninggalkan paradigma lama yang lebih birokratis.
Apakah sistem Han ini berpengaruh secara ekonomis? Pada 1982 secara keseluruhan penjualan ritel turun 1,5% di Jepang, indeks harga konsumen naik 2,7%, jaringan toserba meningkatkan penjualan mereka sebesar 5-6%. Namun koperasi konsumsi berhasil meningkatkan penjualannya sebesar 9,1%. Penelitian yang lebih mendalam menunjukkan kenaikkan tersebut sebagian besar disumbangkan oleh koperasi konsumsi yang mempunyai Klub Belanja, sedangkan koperasi konsumsi lainnya tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan (Craig,1989).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar