*
KONTRIBUSI KOPERASI INDONESIA DI MASA DEPAN
Kontribusi koperasi Indonesia di masa depan
Bagaimana pendapat anda:
Apakah Koperasi di Indonesia di masa depan akan memberikan
kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Negara?
Ya, saya optimis. Jika koperasi di Indonesia dikelola
oleh tangan-tangan yang tepat, bukan tidak mungkin koperasi suatu hari nanti
menjadi pengendali utama perekonomian bangsa.
Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 menjelaskan bahwa
fungsi dan peran koperasi:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan
dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa
berorganisasi bagi para pelajar
Dari isi kandungan Pasal diatas telah jelas bagaimana dan
apa saja peran koperasi bagi ekonomi bangsa. Selain membangun kemampuan anggota
untuk dapat survive menghadapi era global,koperasi juga menanamkan asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi di dalamnya. Asas ini sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki sifat gotong-royong serta
mempelajari demokrasi secara benar dan bertanggung jawab.
Tapi jika dilihat pada perkembangannya akhir-akhir
ini,banyak kalangan menyangsikan jika koperasi akan terus hidup dan menjadi
Soko Guru. Selain karena banyaknya factor penghambat seperti:
1. Terjadinya korupsi di dalam tubuh organisasi koperasi
2. Kurangnya Infrastruktr pendukung bagi kemajuan
koperasi
3. Tidak stabilnya iklim perekonomian Indonesia
4. Kurangnya jumlah penanam modal/anggota koperasi
5. Jumlah koperasi di Kota besar relative sedikit
6. Kurangnya kepercayaan dan minat masyarakat pada
koperasi
Kurang seriusnya Pemerintah berperan dalam pembangunan
koperasi juga turut andil dalam menurunnya kualitas dan kuantitas koperasi di
Indonesia. Yang dirasakan saat ini Pemerintah cenderung mengikuti idealisme
ekonomi barat. Padahal banyak dari ilmu ekonomi mereka yang tidak sepaham
dengan karakter bangsa Indonesia. Tentunya tidak semua ilmu yang mereka
terapkan tidak sesuai. Jika kita ambil contoh koperasi yang berkembang dan
diterapkan di Negeri Sakura. Mereka memiliki suatu kelompok koperasi yang
mereka beri nama “Han’s group”.
*
KELOMPOK HAN DI JEPANG
Koperasi konsumsi di Jepang berkembang dengan cepat
setelah perang dunia kedua, selama masa rekonstruksi dan masa pendudukan
Amerika Serikat. Pada pertengahan tahun 1950an, koperasi konsumsi yang umumnya
kecil-kecil dan tidak efisien menjadi kurang berdaya menghadapi pedagang ritel
sehingga mereka bergabung dan mendirikan the Japanese Consumer Cooperative Union
(JCCU) untuk menyatukan daya beli mereka. Mereka mulai membuat program untuk
membangun toko yang efisien dan pengembangan manajemen. Pada tahun 1960an
sebuah tim studi dikirim ke USA yang merekomen-dasikan untuk mengembangkan toko
swalayan. Selama tahun 1960an ini pula dikembangkan program untuk
mengamalgamasikan koperasi-koperasi yang lemah, mengintegrasikan mereka kedalam
sistem (jaringan JCCU), dan memperkuat kemampuan manajemen mereka (Kurimoto,
1983).
Partisipasi anggota merupakan bagian dari filosofi
koperasi. Namun koperasi konsumsi yang besar dimanapun di dunia umumnya masih
mengabaikan hal tersebut, dan hanya menggalang keikut sertaan sebagian kecil
anggota saja.
Ketika pada tahun 1970an gerakan koperasi konsumsi di
Jepang mengalami kesulitan finansial, manajemen meminta partisipasi anggota
untuk meningkatkan modal investasi. Pada proses tersebut anggota diminta untuk
mengemukakan permasalahan mereka sedangkan manajemen mendengarkan keluhan
anggota tersebut. Mereka menyusun rencana diskusi reguler dengan ibu-ibu
rumahtangga dalam rangka untuk mengevaluasi operasi toko ditingkat lokal dan
untuk mencari cara terbaik guna meningkatkan efisiensi operasional toko melalui
sortasi barang, sistem harga, dan tata letak barang di toko.
Berbagai perubahan dilakukan, dan menghasilkan manfaat
yang sangat berharga yang dapat dirasakan hingga saat ini. Hal tersebut dapat
dilakukan berkat adanya kelompok-kelompok kecil yang dinamai ”Han groups” yang
anggotanya aktif berinteraksi sesamanya.
Kelompok Han merupakan suatu kelompok kecil yang terdiri
dari sekitar sepuluh ibu rumah tangga yang bertemu secara periodik untuk
memberikan kesempatan kepada anggota koperasi konsumsi memberikan pendapatnya
mengenai barang konsumsi yang dijual oleh toko koperasi konsumsi mereka dan
memberikan masukan kepada manajer koperasi mengenai apa yang mereka sukai dan
apa yang mereka tidak sukai. Mereka tidak mempunyai kewenangan formal untuk
melakukan kontrol manajemen, namun mereka didorong untuk melakukan diskusi
dengan sesama anggota mengenai aktivitas toko mereka, dan apa yang mereka
hasilkan benar-benar didengarkan oleh manajemen dan diperhatikan dengan serius.
Komunikasi tidak dilakukan satu arah, namun lebih
merupakan proses pembelajaran bersama antara ibu-ibu rumahtangga, pekerja toko
dan manajemen.Pertemuan kelompok Han adalah tempat dimana anggota membahas
rencana kegiatan koperasi dan membuat rencana nyata dari kegiatan mereka untuk
memperkuat keanggotaan, membuat komplain terhadap pelayanan toko dan kualitas
barang yang dijual, membahas apa yang menjadi keinginan mereka, membagi
pengalaman dan saling menolong antar sesama anggota. Pertemuan ini biasanya
merupakan acara yang sangat disukai oleh anggota koperasi, dan menjadi ajang
penting bagi mereka untuk melakukan interaksi sesama mereka.
Tokoh dan para pemimpin gerakan koperasi di Jepang
menyadari betul bahwa mereka harus selalu meningkatkan efisiensi untuk meraih
pangsa pasar yang lebih besar lagi. Mereka menyadari jika para anggota yang
menjadi pembeli mempunyai banyak ide penting mengenai bagaimana seharusnya toko
mereka dikembangkan. Untuk mendapatkan ide-ide tersebut, harus ada proses
pembelajaran yang mengikutsertakan para pembeli, pengelola dan manajemen toko
koperasi konsumsi mereka.
Dengan semakin banyaknya para ibu yang menjadi anggota
kelompok Han memasuki lapangan kerja, mereka mengusulkan perlunya perubahan
pada koperasi konsumsi mereka. Mereka yang tinggal jauh dari lokasi toko
mengusulkan kelompok Han berubah menjadi ”klub belanja”. Inovasi ini lebih
disukai, dan bersama dengan manajemen, mereka menyusun program belanja
rumahtangga yang dikembangkan melalui pembelajaran adaptif dan eksperimen.
Hasilnya adalah solusi menang/menang: toko menjadi lebih
efisien dan bisa mengatasi permasalahan manajemen, dan belanja barang konsumsi
menjadi lebih mudah dan menyenangkan bagi para ibu.
Kelompok Han yang berubah menjadi Klub Belanja melakukan
pertemuan singkat setiap minggunya. Pada saat itu anggota mengambil barang
belanjaan mereka, yang telah dikirimkan untuk hari itu, dan menyerahkan daftar
pesanan barang belanjaan untuk pengiriman selanjutnya kepada anggota yang
mendapat giliran bertugas.
Karena kelompok Han hanyalah kelompok kecil yang terdiri
sekitar sepuluh anggota, maka mereka mempunyai kesempatan untuk berinteraksi
dengan tetangga setidaknya sekali setiap minggunya. Toko akan menerima pesanan
bersama untuk setidaknya sepuluh rumah tangga (kelompok Han) untuk keperluan
seminggu kedepan.
Di masa awal, anggota yang bertugas (member on duty)
harus mengumpulkan pesanan, mengkombinasikannya, menghitung harganya, dan
mengumpulkan uang belanjanya. Dengan komputerisasi tugas ini menjadi lebih
mudah toko membuat rekening pra-bayar untuk setiap anggota dan anggota yang
bertugas hanya perlu mengumpulkan pesanan anggota, yang sebelumnya telah dibuat
berdasarkan katalog barang yang dibuat oleh toko, dan menyerahkannya kepada
pegawai toko yang bertugas untuk itu.
Pesanan yang terkumpul oleh petugas dimasukkan kedalam
pesanan perorangan dan dibayar melalui rekening prabayar masing-masing. Anggota
menerima resi rekening mereka yang telah dikurangi dengan biaya belanja mereka.
Ini akan mengurangi pekerjaan yang membosankan bagi para anggota yang bertugas,
lebih banyak informasi bagi anggota lainnya, dan pembayaran cepat bagi toko.
Barang pesanan dapat langsung dikirimkan dari gudang tanpa harus dipajang lebih
dahulu, sehingga kemanfaatan ruang di toko menjadi lebih efisien.
Petugas yang mengirimkan barang belanjaan dapat bertindak
sekaligus sebagai penghubung (liaison person) antara pengurus dan pengelola
koperasi dan anggota kelompok Han. Dengan cara ini setidaknya dapat dibuat satu
laporan mingguan untuk setiap kelompok Han kepada pengelola dan pengurus
koperasi yang dihasilkan dari diskusi langsung anggota dengan petugas
penghubung. Masalah, keinginan dan ide dapat langsung sampai ke pengurus dan
pengelola, dan respons dapat dilakukan secepatnya.
Gerakan koperasi konsumsi di Jepang telah berhasil untuk
menggalang partisipasi anggota wanitanya, mendengarkan dan belajar dari
anggotanya. Mereka membangun organisasi koperasi dengan menggabungkan
optimisasi untuk semua kelompok anggota. Mereka lebih mementingkan untuk
memenuhi kebutuhan riil anggota dibandingkan membuat perencanaan berdasarkan
prediksi dan kontrol,perencanaan dibuat tidak saja dengan melibatkan pakar
teknis namun juga melibatkan para ibu rumahtangga dan pengelola.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa gerakan koperasi
konsumsi di Jepang telah menerapkan banyak esensi dari pradigma yang berkembang
dan telah meninggalkan paradigma lama yang lebih birokratis.
Apakah sistem Han ini berpengaruh secara ekonomis? Pada
1982 secara keseluruhan penjualan ritel turun 1,5% di Jepang, indeks harga
konsumen naik 2,7%, jaringan toserba meningkatkan penjualan mereka sebesar
5-6%. Namun koperasi konsumsi berhasil meningkatkan penjualannya sebesar 9,1%.
Penelitian yang lebih mendalam menunjukkan kenaikkan tersebut sebagian besar
disumbangkan oleh koperasi konsumsi yang mempunyai Klub Belanja, sedangkan
koperasi konsumsi lainnya tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan
(Craig,1989).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar