ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Oleh : Annisa
Fitri
Kelas : 4EB22
Dosen : Early Armein
1. ETIKA SEBAGAI TINJAUAN
1.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “Ethikos” yang berarti “Timbul
Dari Kebiasaan” adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utamafilsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7
Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengertian etika adalah
sebagai berikut :
1.
Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk
serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.
Moral memiliki arti
·
Ajaran tentang apa yang baik dan yang buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, asusila;
·
Kondisi mental yang membuat orang tetap berani,
bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
Perilaku manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini
masih dibagi kagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral, dan norma
sopan santun.
·
Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
·
Norma agama berasal dari agama
·
Norma moral berasal dari suara batin
·
Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari
sedangkan norma moral berasal dari etika.
1.2 PRINSIP-PRINSIP
ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para
pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman
hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya
terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung
tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting
etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan
kebenaran.
·
Prinsip Keindahan, Prinsip ini mendasari segala sesuatu
yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip
ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu
yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
·
Prinsip Persamaan, Setiap manusia pada hakikatnya
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan
dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak
diskrminatif atas dasar apapun.
·
Prinsip Kebaikan, Prinsip ini mendasari perilaku individu
untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat-
menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada
hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat
diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan
bagi masyarakat.
·
Prinsip Keadilan, Pengertian keadilan adalah kemauan yang
tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka
peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil
dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
·
Prinsip Kebebasan, Kebebasan dapat diartikan sebagai
keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan
pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap
manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri
sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu,
setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak
melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan
individu disini diartikan sebagai:
·
Prinsip integritas moral yang tinggi, yaitu komitmen
pribadi menjaga keluhuran profesi.
1.3 BARIS TEORI
ETIKA
·
Teori Deontologi
Deontologi berasal
dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban. Yaitu
kewajiban manusia untuk selalu bertindak baik. Suatu tindakan dikatakan baik
dan bermoral karena tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang
harus dilaksanakan bukan pada tujuan atau akibat dari tindakan tersebut.
·
Teori Teleologi
Dalam teori ini,
tindakan baik maupun buruk manusia diukur berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau suatu tindakan dinilai baik atau bermoral kalau yang
di akibatkan itu baik atau berguna. Permasalahan yang meliputi teori ini
seputar bagaimana menilai akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan dan untuk
siapa tindakan tersebut. Oleh sebab itu, teori teleologi ini memunculkan
teori-teori baru seperti egoisme dan utilitarisme.
·
Teori Hak
Teori hak ini
adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya
suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua
sisi uang logam yang sama dan tidak dapat dopisahkan.
·
Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap
atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan
sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan
dia untuk bertingkah lau baik secara moral.
1.4 EGOISM
Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego,
yang berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani
modern yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan
sistem kepercayaannya.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk
meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial
dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun
orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri
Inti pandangan dari Egoisme yaitu tindakan dari setiap orang pada
dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pirbadi dan memajukan dirinya
sendiri. Aristoteles berpenapat bahwa tujuan hidup dan tindakan setiap manusia
adalah untuk mengejar kebahagiannya. Egoisme dianggap bermoral dan etis karena
kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak, dan keamanan
secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan dipertahankan.
2.
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Perilaku Etika
Dalam Bisnis
1). Contoh penerapan
moral dalam dunia bisnis:
a. Bersaing dengan
sehat untuk mencapai target bisnis
b. Memperhatikan
kesejahteraan karyawan ataupun golongan rendah
c. Tidak mudah
tergoda dengan godaan yang cenderung akan merugikan orang lain
2.1 LINGKUNGAN
BISNIS YANG MEMPENGARUHI ETIKA
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut
benar-salah, baik -buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat
pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang
menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan
lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan
sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain
atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya,
dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi
saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang
memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis
akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta
tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap
pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai
dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong
terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku
yang tidak etis.
Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika
perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam
perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam
bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim
keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, code of conduct memiliki
peran yang semakin penting, sebagai buffer dalam
interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan dan agama.
Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk
iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika tercipta, jika dalam suatu perusahaan
terdapat kumpulan pengertian tentang perilaku apa yang dianggap benar dan
tersedia mekanisme yang memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat
diatasi.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika
dalam perusahaan,
1.
Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
2.
terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling
percaya (trust-based organization).
3.
terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee
relationship management).
Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi beberapa
faktor, yaitu faktor kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan,
pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok.
Penciptaan iklim
etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya dan ketekunan
manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholders terakomodasi
secara baik karena dilandasi rasa saling percaya.
2.2 KESALING
– TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan
pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha
melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti
hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis
harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
2.3 KEPEDULIAN
PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA
Suatu perusahaan dalam berbisnis tidak hanya bermaksud memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen. Namun mampu menyediakan sarana-sarana yang dapat
menarik minat dan perilaku membeli konsumen. Para pelaku bisnis secara umum
memiliki kepedulian terhadap masyarakat selain itu juga harus memperhatikan
karyawannya agar terjalin hubungan yang berkesinambungan antara pelaku bisnis,
karyawan dan masyarakat. Dengan begitu sebuah usaha dapat mencapai tujuannya
dan tentunya berkembang pesat. Misalnya seorang pengusaha harus
memperhatikan kesejahteraan karyawan ataupun golongan rendah dan saat hari raya
iba, konsumen diberikan hadiah atau bingkisan sehingga akan terus berlangganan
dengan kita.
Pada dasarnya, perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat
terkait erat dengan factor-faktor berikut :
1.
Pemenuhan kebutuhan
2.
Keuntungan usaha
3.
Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
4.
Mengatasi berbagai resiko
5.
Tanggungjawab social
2.4 PERKEMBANGAN
DALAM ETIKA BISNIS
Perkembangan dalam etika bisnis dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai
berikut :
1.
Situasi Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur
2.
Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility,
3.
Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS,
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa
Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN),
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an :
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di
seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics,
and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
2.5 ETIKA
BISNIS DAN AKUNTAN
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh
suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode
etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk
mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan.
Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu;
kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron,
xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah
membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di
dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus
mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis
adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal
ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak
orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak
memerlukan etika.
DAFTAR ISI
Diakses
pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 21.15
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Susanti, Beny.
2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas
Gunadarma. Jakarta.
Wikipedia
Indonesia